VIVAnews - Setelah melalui pembahasan panjang, Rancangan Undang-Undang Mata Uang akhirnya disahkan Dewan Perwakilan Rakyat menjadi Undang-Undang. Pemerintah akhirnya ikut menandatangani uang rupiah, mulai 17 Agustus 2014.
UU Mata Uang terdiri atas 12 Bab dan 48 Pasal. Ketua Panitia Kerja RUU Mata Uang, Achsanul Qosasi, membacakan beberapa hal penting, yaitu:
Pertama, koordinasi antara Bank Indonesia dan pemerintah. Dalam pengelolaan rupiah, terdiri atas perencanaan, pencetakan, pengeluaran, pengedaran, pencabutan/penarikan serta pemusnahan. Sebagai upaya check and balances di antara lembaga negara, DPR sepakat pengelolaan rupiah itu dilakukan BI dan berkoordinasi dengan pemerintah.
Kedua, terkait masalah tanda tangan. Keikutsertaan pemerintah menandatangani uang kertas mulai 17 Agustus 2014 sejalan dengan pertimbangan bahwa mata uang merupakan simbol kenegaraan dan alat pembayaran yang sah.
Tiga, perubahan harga rupiah. Penyederhanaan mata uang rupiah atau biasa disebut redenominasi memiliki dampak sosial dan ekonomi sangat luas. Oleh karena itu penyederhanaan perlu diatur dengan UU tersendiri.
Empat, pencetakan rupiah. Untuk menjaga kerahasiaan, DPR sepakat pencetakan dilakukan di dalam negeri oleh BI yang menunjuk BUMN sebagai pelaksana. Namun, jika BUMN tidak sanggup, pencetakan dilaksanakan BUMN yang bekerja sama dengan lembaga lain yang ditunjuk melalui proses transparan dan akuntabel.
Sementara itu, Menteri Keuangan Agus Martowardojo menjelaskan, UU Mata Uang mengatur macam dan harga mata uang, pengelolaan rupiah, penggunaan dan penukaran rupiah, pemberantasan rupiah palsu, dan ketentuan pidana.
"Misalnya, untuk daerah perbatasan seperti Batam, Bintan, daerah perbatasan seperti Nunukan, Atambua harus menggunakan mata uang rupiah. UU mengharuskan bertansaksi dengan rupiah," tutur Agus. (art)
• VIVAnews
0 comments:
Posting Komentar